Rabu, 25 Maret 2009

“Aku Tidak Dapat Berjalan Lagi”

Dentuman meriam mungkin telah pergi, tubuh-tubuh korban telah dikuburkan, puing-puing reruntuhan mulai dibersihkan, tetapi, serangan biadab Israel selama 22 hari banyak meninggalkan goresan bagi penduduk Gaza, fisik dan psikologi.

“Aku tidak akan pernah berjalan lagi,” ujar Ruba Hamid, 8, yang mengatakan hal tersebut di atas tempat tidurnya di RS. Asy Syifa.

Air matanya pun tertumpah saat ia menyaksikan di TV, banyak dari anak-anak seusianya yang kehilangan kaki, tangan, bahkan kedua-duanya akibat bombardir yang dilakukan Israel.
“Aku tidak dapat bermain lagi,” rengek Ruba.

Kedua kaki Ruba harus diamputasi setelah terkena bom Israel.

Menurut keterangan para dokter, ribuan penduduk Gaza, banyak diantaranya adalah anak-anak, telah kehilangan anggota badan mereka karena luka yang sangat parah yang mengharuskan dilakukannya amputasi.


Dr. Mo’aweya Hasanein, Kepala Ambulan dan Unit Gawat Darurat di Gaza mengatakan dirinya menaksir 14 persen dari 5.000 korban luka mengalami cacat seumur hidup.

“Dan angka-angka tersebut meningkat setiap harinya, setiap hari ada saja pasien yang kehilangan satu mata, satu tangan, satu kaki,” ia menambahkan.

Seluruh dokter di Gaza, menyimpulkan, luka-luka yang terjadi di tubuh korban adalah luka yang tidak normal, akibat penggunaan senjata kontroversi oleh tentara Israel.

Dr. Mads Gilbert dari Norwegia, yang bekerja di RS Asy Syifa, Gaza, sejak minggu pertama agresi militer Israel, meyakini Israel telah menggunakan Dime yang mengakibatkan tubuh-tubuh korban harus diamputasi satu demi satu.

Berjalan di sekitar RS. Asy Syifa, engkau akan mendengar pekikan dari mereka yang telah tersadar dan mendapatkan tubuh mereka kehilangan anggota badannya.

Tetapi di ruangan Hani, hanya ada kesunyian.

Gadis berusia 23 tahun ini telah kehilangan kedua kakinya akibat serangan misil Israel di rumahnya.

Matanya menatap kosong ke depan, dan sejak berada di rumah sakit, ia tidak pernah berbicara sepatah katapun. Kadang-kadang air mata meleleh di pipinya.

“Ia tidak ingin menemui siapapun,” ujar Ibu dari Hani seperti yang dilansir Islamonline.

“Para dokter mengatakan, ia mengalami gangguan psikologis,” ia menambahkan.

Tidak hanya Ruba dan Hani, seluruh korban invasi kejam Israel selama lebih dari tiga pekan, menyimpan pertanyaan dalam pikiran mereka :

“Apa yang telah saya lakukan sampai Israel melakukan ini padaku?” (Hanin Mazaya/arrahmah.com)