Selasa, 10 Februari 2009

Pelanggaran yang Telah Dilakukan Israel Terhadap Al Aqsha Sejak 1965

Pelanggaran yang Telah Dilakukan Israel Terhadap Al Aqsha Sejak 1956
Laporan yang dirilis oleh Office of the Press bekerjasama dengan Lembaga Al Aqsha untuk wakaf dan peninggalan mengatakan bahwasanya sejak Israel menduduki Yerusalem Timur pada tahun 1967 telah dilakukan serangkaian penggalian yang mencapai tiga puluh buah, yang mencakup pembangunan terowongan dan pembongkaran yang sebagian besarnya dilakukan terhadap Masjid Suci Al-Aqsa, dan menghadapi resiko keruntuhan.

Menurut laporan, yang baru-baru ini diambil oleh "Islam Online. Net," bahwa setelah penjajahan Al Quds sampai abad terakhir, Israel telah melakukan lebih dari 12 penggalian terowongan, pembongkaran, yang sebagian besarnya dilakukan di bawah masjid Al Aqsha.

Sejak tahun 2004 hingga 2009 penggalian tidak pernah berhenti, namun ada beberapa rahasia yang berhasil diungkapkan; lebih dari 15 penggalian, terowongan dan pembongkaran, yang baru-baru ini terbongkar oleh Lembaga Al Aqsha untuk wakaf dan peninggalan pada 5/2/2009. Dan ada upaya Israel untuk menggali terowongan baru di sebelah kiri mesjid ‘Ein Silwan’ selatan Masjid Al-Aqsha, yang dibiayai oleh lembaga kolonisasi "Elad".

Berikut diantara penggalian dan penghancuran Israel yang paling menonjol di Al-Quds sejak tahun 1967:

1 – Penghancuran komplek Al Magharibah:

Menggunakan bulldozer, Israel menghancurkan komplek Al Magharibah yang berdekatan dengan Masjid Al-Aqsa bagian barat daya, dan komplek ini, termasuk dua masjid dan 135 rumah, merupakan benteng dari masjid yang menempel dengan Tembok ratapan, dan merupakan bagian integral dari masjid Al-Aqsha.

Kawasan ini sekarang berubah menjadi halaman berlantai beton yang digunakan sebagai tempat upacara-upacara keagamaan Yahudi di Tembok Buraq (yang mereka sebut tembok ratapan), serta dijadikan sebagai parkir bagi para wisatawan, dan menjadi pos pemeriksaan dan kontrol keamanan.

2 - Penggalian selatan Masjid Al-Aqsha (1967 - 1968):

Terbentang sepanjang 70 m di dinding selatan komplek Al Quds, atau di belakang masjid Al-Aqsa, masjid An Nisa dan Museum Islami. Kedalaman penggalian mencapai 14 m, menghadapi bahaya yang mengancam keretakan dinding selatan dan bangunan Masjid Al-Aqsa.

3 – Penggalian Kampung Syarif (1967 - 1968)



Israel memanfaatkan keuntungan dari situasi kampung Arab yang hancur sejak 1948, dan setelah penjajahan Al Quds mereka mengaku sebagai pemiliknya. Padahal mereka tidak menemukan peninggalan apapun selain bagian kecil dari tembok lebar yang mereka akui sebagai peninggalan Raja Hezekiyah yang mereka katakan sebagai keturunan Nabi Dawud.
Setelah itu Israel membuat kampung Al Quds menjadi rumah-rumah batu yang desainnya tidak relevan dengan peninggalan sejarah manapun, dan terus meningkat signifikan; tujuannya untuk menguasai komplek masjid Al Aqsha di sebelah barat, dan kemudian ditempati oleh keluarga-keluarga Israel.
4 – Penggalian Barat daya Masjid Al-Aqsa (1969):
Terbentang menghadap utara sepanjang 80 meter hingga pintu Al Magharibah, lewat di bawah sekumpulan bangunan Islami yang merupakan bagian sudut al fakhriyyah (Markaz Imam Syafii dan jumlahnya 14) yang sudah retak semuanya, yang kemudian dimusnahkan menggunakan buldozer oleh para penjajah dan diungsikan penduduknya.

Mesir Menahan Bantuan Kemanusiaan

Pejabat Pemerintahan Otoritas Palestina di Jalur Gaza menjelaskan, sebanyak 28 warga Palestina yang tengah menjalani perawatan medis di Mesir telah kembali masuk ke Jalur Gaza melalui penyeberangan Rafah.

Sejumlah Delegasi Jalur Gaza juga telah mendapat izin dari pemerintah Mesir untuk melewati penyeberangan Rafah yang ditutup total semenjak Kamis, (05/02) lalu. Saat ini, satu-satunya jalur yang bisa dilalui menuju Jalur Gaza adalah Penyeberangan Karem Abou Salem yang berada di wilayah Israel.

Juru bicara resmi Bidang Administrasi Umum di Kantor Imigrasi Gaza, Adil Za`rab mengatakan bahwa Pemerintah Mesir masih bersikukuh menutup penyeberangan Rafah, dan belum memperkenankan evakuasi para korban dari Jalur Gaza atau mengembalikan warga Gaza yang telah usai menjalani perawatan medis di beberapa rumah sakit di Mesir untuk kembali ke negerinya.

Gubernur Propinsi Sinai Utara, Jendral Muhammad Abul Fudail Syausyah, mencoba meyakinkan masyarakat internasional bahwa pihaknya telah membuka penyeberangan Rafah untuk keperluan kemanusiaan. Pernyataan tersebut disampaikan Abul Fudail (08/02) saat mengunjungi Kota Arisy –sekitar 40 km dari penyeberangan Rafah-yang kini masih menampung 12 ton bantuan kemanusiaan internasional yang akan ditujukan ke Jalur Gaza. Dan bantuan-bantuan itu masih tertahan di Kota Arisy, menunggu keluarnya izin masuk oleh Israel melalui dua penyeberangan lain yaitu Aujah dan Karem Abou Salem.

Berdasarkan laporan penduduk Palestina yang berdomisili di perbatasan Rafah-Mesir dijelaskan, bahwa Penyeberangan Rafah Ahad (08/01), tetap dalam kondisi tertutup, semenjak hari Kamis (05/02), Rafah belum pernah dibuka, baik untuk masuknya bantuan kemanusiaan atau pun relawan.

Sumber lainnya dari stasiun TV Aljazeera menyebutkan, bahwa selama empat hari ini penyeberangan Rafah masih tertutup untuk bantuan kemanusiaan. Warga Gaza yang masih berada di Mesir dan ingin secepatnya kembali menemui keluarga mereka di Gaza, hingga kini juga masih tertahan, hal yang sama juga dialami oleh para relawan medis, wartawan, dan aktivitis HAM. Hanya Delegasi Runding Hamas yang dizinkan melewati Penyeberangan Rafah pada hari Ahad kemarin.

Seorang relawan yang minta dirahasiakan namanya mengaku kesal, karena tidak dibolehkannya Relawan Bulan Sabit Merah (BSM) Turki melewati Penyeberangan Rafah oleh pihak imigrasi Mesir. Rencananya BSM Turki akan menyalurkan bantuan dua unit ambulan ke Jalur Gaza. Bahkan pintu penyeberangan Karem Abou Salem pun yang awalnya direkomendasikan menjadi alternatif masuk ke Gaza juga tidak memberikan izin kepada BSM Turki.

Hal yang sama dialami Aktivis Int`l Islamic Relief Organisation, Lembaga Bantuan Islam Internasional, yang bermarkas di London. Lembaga ini juga berencana menyumbangkan dua unit kendaraan sipil untuk warga Jalur Gaza, namun rencana itu masih belum terealisasi. Pintu penyeberangan Karem Abou Salem masih tetap tertutup.

Sementara Organisasi Internasional untuk Perdamaian dan Bantuan Kemanusiaan Libia pimpinan Dr. Khalid Al-Khuwalidi Al-Hamidie, hari Rabu lalu (04/02) berhasil memasukkan lima unit ambulans ke Jalur Gaza, sehari sebelum pintu penyeberangan Rafah ditutup total oleh Pemerintah Husni Mubarak. (Sumber: eramuslim.com/sn/alj)