Selasa, 02 Juni 2009

Surat Anak Palestina (1)

Palestina Takut? No Way

Selama serangan Zionis, perasaanku adalah sebagaimana layaknya perasaan seorang remaja, seorang pemuda, seorang anak, atau seorang wanita dari anak-anak bangsa yang tengah menderita ini (Palestina— pent). Di satu sisi, dalam diriku tidak ada rasa takut, khawatir, atau cemas. Karena aku meyakini bahwa apa pun yang telah ditulis oleh Allah pasti akan terjadi. Kami adalah kaum yang mengimani Allah dengan sebenar-benar keimanan, termasuk mengimani takdir dari Allah. Karena itu, segala sesuatu yang menimpa kami, pasti terjadi. Dan setiap sesuatu yang telah ditakdirkan bagi kami, itulah yang diridhai oleh Allah.




Di sisi lain, aku juga merasa kesepian dan merana. Bahkan merasa terasing, karena harus berpisah dari semua yang kami cintai. Namun, kadang muncul juga rasa bahagia dan gembira, karena mereka telah menggapai kemenangan sebagai seorang syahid di mata Allah. Aku sendiri sudah sekian lama berharap untuk menjadi seorang syahid. Mati sebagai seorang syahid adalah cita-citaku yang paling indah.

Dalam kamus anak-anak Palestina tidak ada rasa takut. Karena kalau ada rasa takut, niscaya kalian tidak akan pernah bisa menyaksikan eksistensi kami sampai hari ini. Sekali lagi, rasa takut tidak ada dalam kamus kami, anak-anak Palestina!

Semoga Allah dan harapan bangsaku pada umumnya adalah agar Allah menghancurkan musuh ini, dan mengusirnya dari tanah airku, tanah air nenek-moyangku, dan tanah air leluhur kami. Semoga Allah juga menjadikan mereka (kaum Zionis Yahudi) bangsa yang terjajah, terusir dari tanah airnya sendiri, sebagaimana mereka telah mengusir kami dari tanah air kami.

Aku tidak mengharapkan apa pun dari dunia internasional dan dunia Islam, selain solidaritas terhadap saudara-saudara mereka yang tengah menderita. Dulu aku pernah menaruh harapan kepada pemerintahan mereka. Namun tak ada kepedulian apa pun dari mereka, karena pemerintahan mereka sendiri adalah zalim. Mana mungkin berharap cahaya muncul dari malam yang gelap gulita.

Untuk masa depan, sebenarnya aku memiliki banyak obsesi. Pertama agar banjir darah ini segera berhenti. Kedua adalah aku bisa shalat dua rakaat di kampung Yafa, sebuah tempat di mana aku diusir darinya. Ketiga, agar bumi yang dirampas oleh Yahudi segera kembali ke pangkuan kami dalam keadaan suci serta bersih dari kotoran Yahudi. Keempat, aku bisa shalat di Masjid al Aqsa. Kelima, aku berharap bisa bertemu dengan orang-orang yang kucintai. Keenam, aku bisa mengqadha segala yang tertinggal. Ketujuh, semoga para tawanan bisa segera kembali.

Sekarang, setelah serangan Yahudi berhenti, perasaanku campur aduk. Aku merasakan aura kemenangan yang telah ditunggu-tunggu; aku merasakan kehancuran yang telah merenggut jiwa 1.600 syuhada, 5.000 orang terluka, dan berpuluh-puluh orang yang dikeluarkan dari reruntuhan dan puing-puing bangunan yang hancur akibat serangan Yahudi; aku merasakan keindahan dari pemandangan bagian-bagian tubuh yang tercerai-berai dan menganga; dan aku juga merasakan kejahatan kaum Yahudi. Kejahatan itu telah menumbuhkan rasa dendam untuk mengembalikan senyuman indah dari anak-anak negeriku.


Muhammad Al-Amin Emad Umayyah Al-Haririy (16 tahun)

Korban Blokade Gaza Terus Bertambah hingga 337 jiwa Print E-mail

Gaza- Sumber-sumber kesehatan Palestina menginformasikan terus meningkatnya jumlah korban dari kalangan orang sakit menjadi 337 jiwa sejak diberlakukannya blokade semena-mena Israel terhadap Jalur Gaza.


Sumber-sumber tersebut menyebutkan bahwa seorang warga bernama Sirriyyah Sarhan dari perkampungan Az zawiyah di pusat kota Gaza, telah bergabung bersama kafilah syuhada yang menghembuskan nafas terakhir karena dihalang-halangi Zionis Israel untuk berobat di luar Gaza. Hal ini terjadi karena ditutupnya pintu-pintu perbatasan dan blokade yg diberlakukan Israel terhadap Gaza.



Ancaman serupa masih akan terus menghantui para penderita sakit kronis yang seharusnya segera dilarikan ke luar Gaza, namun pihak Israel tidak memberikan surat ijin keluar bagi mereka.

Rabu, 25 Maret 2009

“Aku Tidak Dapat Berjalan Lagi”

Dentuman meriam mungkin telah pergi, tubuh-tubuh korban telah dikuburkan, puing-puing reruntuhan mulai dibersihkan, tetapi, serangan biadab Israel selama 22 hari banyak meninggalkan goresan bagi penduduk Gaza, fisik dan psikologi.

“Aku tidak akan pernah berjalan lagi,” ujar Ruba Hamid, 8, yang mengatakan hal tersebut di atas tempat tidurnya di RS. Asy Syifa.

Air matanya pun tertumpah saat ia menyaksikan di TV, banyak dari anak-anak seusianya yang kehilangan kaki, tangan, bahkan kedua-duanya akibat bombardir yang dilakukan Israel.
“Aku tidak dapat bermain lagi,” rengek Ruba.

Kedua kaki Ruba harus diamputasi setelah terkena bom Israel.

Menurut keterangan para dokter, ribuan penduduk Gaza, banyak diantaranya adalah anak-anak, telah kehilangan anggota badan mereka karena luka yang sangat parah yang mengharuskan dilakukannya amputasi.


Dr. Mo’aweya Hasanein, Kepala Ambulan dan Unit Gawat Darurat di Gaza mengatakan dirinya menaksir 14 persen dari 5.000 korban luka mengalami cacat seumur hidup.

“Dan angka-angka tersebut meningkat setiap harinya, setiap hari ada saja pasien yang kehilangan satu mata, satu tangan, satu kaki,” ia menambahkan.

Seluruh dokter di Gaza, menyimpulkan, luka-luka yang terjadi di tubuh korban adalah luka yang tidak normal, akibat penggunaan senjata kontroversi oleh tentara Israel.

Dr. Mads Gilbert dari Norwegia, yang bekerja di RS Asy Syifa, Gaza, sejak minggu pertama agresi militer Israel, meyakini Israel telah menggunakan Dime yang mengakibatkan tubuh-tubuh korban harus diamputasi satu demi satu.

Berjalan di sekitar RS. Asy Syifa, engkau akan mendengar pekikan dari mereka yang telah tersadar dan mendapatkan tubuh mereka kehilangan anggota badannya.

Tetapi di ruangan Hani, hanya ada kesunyian.

Gadis berusia 23 tahun ini telah kehilangan kedua kakinya akibat serangan misil Israel di rumahnya.

Matanya menatap kosong ke depan, dan sejak berada di rumah sakit, ia tidak pernah berbicara sepatah katapun. Kadang-kadang air mata meleleh di pipinya.

“Ia tidak ingin menemui siapapun,” ujar Ibu dari Hani seperti yang dilansir Islamonline.

“Para dokter mengatakan, ia mengalami gangguan psikologis,” ia menambahkan.

Tidak hanya Ruba dan Hani, seluruh korban invasi kejam Israel selama lebih dari tiga pekan, menyimpan pertanyaan dalam pikiran mereka :

“Apa yang telah saya lakukan sampai Israel melakukan ini padaku?” (Hanin Mazaya/arrahmah.com)

Selasa, 10 Februari 2009

Pelanggaran yang Telah Dilakukan Israel Terhadap Al Aqsha Sejak 1965

Pelanggaran yang Telah Dilakukan Israel Terhadap Al Aqsha Sejak 1956
Laporan yang dirilis oleh Office of the Press bekerjasama dengan Lembaga Al Aqsha untuk wakaf dan peninggalan mengatakan bahwasanya sejak Israel menduduki Yerusalem Timur pada tahun 1967 telah dilakukan serangkaian penggalian yang mencapai tiga puluh buah, yang mencakup pembangunan terowongan dan pembongkaran yang sebagian besarnya dilakukan terhadap Masjid Suci Al-Aqsa, dan menghadapi resiko keruntuhan.

Menurut laporan, yang baru-baru ini diambil oleh "Islam Online. Net," bahwa setelah penjajahan Al Quds sampai abad terakhir, Israel telah melakukan lebih dari 12 penggalian terowongan, pembongkaran, yang sebagian besarnya dilakukan di bawah masjid Al Aqsha.

Sejak tahun 2004 hingga 2009 penggalian tidak pernah berhenti, namun ada beberapa rahasia yang berhasil diungkapkan; lebih dari 15 penggalian, terowongan dan pembongkaran, yang baru-baru ini terbongkar oleh Lembaga Al Aqsha untuk wakaf dan peninggalan pada 5/2/2009. Dan ada upaya Israel untuk menggali terowongan baru di sebelah kiri mesjid ‘Ein Silwan’ selatan Masjid Al-Aqsha, yang dibiayai oleh lembaga kolonisasi "Elad".

Berikut diantara penggalian dan penghancuran Israel yang paling menonjol di Al-Quds sejak tahun 1967:

1 – Penghancuran komplek Al Magharibah:

Menggunakan bulldozer, Israel menghancurkan komplek Al Magharibah yang berdekatan dengan Masjid Al-Aqsa bagian barat daya, dan komplek ini, termasuk dua masjid dan 135 rumah, merupakan benteng dari masjid yang menempel dengan Tembok ratapan, dan merupakan bagian integral dari masjid Al-Aqsha.

Kawasan ini sekarang berubah menjadi halaman berlantai beton yang digunakan sebagai tempat upacara-upacara keagamaan Yahudi di Tembok Buraq (yang mereka sebut tembok ratapan), serta dijadikan sebagai parkir bagi para wisatawan, dan menjadi pos pemeriksaan dan kontrol keamanan.

2 - Penggalian selatan Masjid Al-Aqsha (1967 - 1968):

Terbentang sepanjang 70 m di dinding selatan komplek Al Quds, atau di belakang masjid Al-Aqsa, masjid An Nisa dan Museum Islami. Kedalaman penggalian mencapai 14 m, menghadapi bahaya yang mengancam keretakan dinding selatan dan bangunan Masjid Al-Aqsa.

3 – Penggalian Kampung Syarif (1967 - 1968)



Israel memanfaatkan keuntungan dari situasi kampung Arab yang hancur sejak 1948, dan setelah penjajahan Al Quds mereka mengaku sebagai pemiliknya. Padahal mereka tidak menemukan peninggalan apapun selain bagian kecil dari tembok lebar yang mereka akui sebagai peninggalan Raja Hezekiyah yang mereka katakan sebagai keturunan Nabi Dawud.
Setelah itu Israel membuat kampung Al Quds menjadi rumah-rumah batu yang desainnya tidak relevan dengan peninggalan sejarah manapun, dan terus meningkat signifikan; tujuannya untuk menguasai komplek masjid Al Aqsha di sebelah barat, dan kemudian ditempati oleh keluarga-keluarga Israel.
4 – Penggalian Barat daya Masjid Al-Aqsa (1969):
Terbentang menghadap utara sepanjang 80 meter hingga pintu Al Magharibah, lewat di bawah sekumpulan bangunan Islami yang merupakan bagian sudut al fakhriyyah (Markaz Imam Syafii dan jumlahnya 14) yang sudah retak semuanya, yang kemudian dimusnahkan menggunakan buldozer oleh para penjajah dan diungsikan penduduknya.

Mesir Menahan Bantuan Kemanusiaan

Pejabat Pemerintahan Otoritas Palestina di Jalur Gaza menjelaskan, sebanyak 28 warga Palestina yang tengah menjalani perawatan medis di Mesir telah kembali masuk ke Jalur Gaza melalui penyeberangan Rafah.

Sejumlah Delegasi Jalur Gaza juga telah mendapat izin dari pemerintah Mesir untuk melewati penyeberangan Rafah yang ditutup total semenjak Kamis, (05/02) lalu. Saat ini, satu-satunya jalur yang bisa dilalui menuju Jalur Gaza adalah Penyeberangan Karem Abou Salem yang berada di wilayah Israel.

Juru bicara resmi Bidang Administrasi Umum di Kantor Imigrasi Gaza, Adil Za`rab mengatakan bahwa Pemerintah Mesir masih bersikukuh menutup penyeberangan Rafah, dan belum memperkenankan evakuasi para korban dari Jalur Gaza atau mengembalikan warga Gaza yang telah usai menjalani perawatan medis di beberapa rumah sakit di Mesir untuk kembali ke negerinya.

Gubernur Propinsi Sinai Utara, Jendral Muhammad Abul Fudail Syausyah, mencoba meyakinkan masyarakat internasional bahwa pihaknya telah membuka penyeberangan Rafah untuk keperluan kemanusiaan. Pernyataan tersebut disampaikan Abul Fudail (08/02) saat mengunjungi Kota Arisy –sekitar 40 km dari penyeberangan Rafah-yang kini masih menampung 12 ton bantuan kemanusiaan internasional yang akan ditujukan ke Jalur Gaza. Dan bantuan-bantuan itu masih tertahan di Kota Arisy, menunggu keluarnya izin masuk oleh Israel melalui dua penyeberangan lain yaitu Aujah dan Karem Abou Salem.

Berdasarkan laporan penduduk Palestina yang berdomisili di perbatasan Rafah-Mesir dijelaskan, bahwa Penyeberangan Rafah Ahad (08/01), tetap dalam kondisi tertutup, semenjak hari Kamis (05/02), Rafah belum pernah dibuka, baik untuk masuknya bantuan kemanusiaan atau pun relawan.

Sumber lainnya dari stasiun TV Aljazeera menyebutkan, bahwa selama empat hari ini penyeberangan Rafah masih tertutup untuk bantuan kemanusiaan. Warga Gaza yang masih berada di Mesir dan ingin secepatnya kembali menemui keluarga mereka di Gaza, hingga kini juga masih tertahan, hal yang sama juga dialami oleh para relawan medis, wartawan, dan aktivitis HAM. Hanya Delegasi Runding Hamas yang dizinkan melewati Penyeberangan Rafah pada hari Ahad kemarin.

Seorang relawan yang minta dirahasiakan namanya mengaku kesal, karena tidak dibolehkannya Relawan Bulan Sabit Merah (BSM) Turki melewati Penyeberangan Rafah oleh pihak imigrasi Mesir. Rencananya BSM Turki akan menyalurkan bantuan dua unit ambulan ke Jalur Gaza. Bahkan pintu penyeberangan Karem Abou Salem pun yang awalnya direkomendasikan menjadi alternatif masuk ke Gaza juga tidak memberikan izin kepada BSM Turki.

Hal yang sama dialami Aktivis Int`l Islamic Relief Organisation, Lembaga Bantuan Islam Internasional, yang bermarkas di London. Lembaga ini juga berencana menyumbangkan dua unit kendaraan sipil untuk warga Jalur Gaza, namun rencana itu masih belum terealisasi. Pintu penyeberangan Karem Abou Salem masih tetap tertutup.

Sementara Organisasi Internasional untuk Perdamaian dan Bantuan Kemanusiaan Libia pimpinan Dr. Khalid Al-Khuwalidi Al-Hamidie, hari Rabu lalu (04/02) berhasil memasukkan lima unit ambulans ke Jalur Gaza, sehari sebelum pintu penyeberangan Rafah ditutup total oleh Pemerintah Husni Mubarak. (Sumber: eramuslim.com/sn/alj)